Talang Mamak: Jika tidak Bakar Lahan, Matilah Kami
RIAUMANDIRI.CO, RENGAT - Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) berencana akan memberi gelar adat "Datuk Sri Setia Amanah Negara" kepada Presiden RI Joko Widodo, 15 Desember mendatang. Penganugerahan gelar adat ini salah satunya karena kebijakan Presiden Joko Widodo, masyarakat Provinsi Riau bebas dari asap yang diakibatkan kebakaran lahan dan hutan.
Rencana penganugerahan tersebut bertolak belakang dengan perlawanan masyarakat adat Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, yang tetap bersikukuh akan melakukan pembakaran dalam pembukaan lahan.
"Kalau kami tak bakar lahan, matilah kami, karena modal kami tak punya," tutur Batin Irasan, pemuka adat suku Talang Mamak pada acara dialog masyarakat adat Talang Mamak dengan Pemerintah dalam kegiatan "Gawai Gedang" di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Inhu, Sabtu (8/12/2018).
Acara dialog tersebut dihadiri narasumber, antara lain, Budi Santoso dari Jaringan Kerjasama antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Umum Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dihadiri anggota DPRD Inhu serta pejabat Pemkab Inhu.
Selain soal membakar lahan, Batin Irasan, juga mengeluhkan hak-hak masyarakat adat Talang Mamak, termasuk tanah ulayat yang belum dibuatkan Perda oleh pemerintah daerah.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Abdon Nababan, mengatakan membakar lahan bagi masyarakat adat termasuk suku Talang Mamak diperbolehkan dan dilindungi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup.
"Ada tiga kategori yang diperbolehkan membakar lahan, pertama khusus masyarakat adat, kedua luasan lahan tidak lebih dari 2 hektar dan pembukaan lahan diperuntukkan tanaman kearifan tradisional seperti padi, ubi dan lainnya yang merupakan tanaman asli tempatan," rinci Abdon.
Menurutnya, rencana Lembaga Adat Melayu Riau memberi penghargaan kepada Presiden RI, tersebut bukanlah ancaman bagi keberlangsungan hidup masyarakat adat Talang Mamak dalam kegiatan membuka lahan dengan cara dibakar.
"Kalau masyarakat adat ada yang ditangkap karena membakar lahan, kita akan gugat yang menangkapnya," sebut Abdon.
Sementara itu, petugas Bhabinkamtibmas Desa Talang Sungai Limau, Brigadir Ibnu Hajar mengaku tetap akan mensosialisasikan larangan membakar lahan dan hutan kepada masyarakat suku Talang Mamak.
"Spanduk larangan membakar lahan dan hutan yang kita pasang di wilayah ini paling lama bertahan hanya beberapa hari saja, namun kita tetap pasang dan sosialisasi terus berjalan," tutur Ibnu.
Menurutnya, masyarakat Talang Mamak melakukan pembakaran lahan biasanya dimulai bulan September hingga Desember. Mereka membuka lahan secara berkelompok dan berpindah-pindah. Masing-masing kelompok membuka lahan untuk tanaman jenis padi di atas lahan kurang dari 1 hektare.
"Hingga saat ini belum ada masyarakat Talang Mamak yang ditindak kedapatan membakar lahan, karena kita terus melakukan patroli dan menyampaikan larangan secara kekeluargaan," ungkapnya.
Reporter: Eka Buana Putra